Contact Form

Name

Email *

Message *

Kesusastraan Indonesia Pascaperang

Akar Melayu: sistem sastra & konflik ideologi di Indonesia & Malaysia.

Oleh Maman S Mahayana, diterbitkan oleh Yayasan Indonesiatera 2001.

Pengantar

Buku yang mengulas tentang akar kesusastraan Indonesia dan Malaysia tersebut memberikan penjabaran lugas mengenai perjalanan kesusastraan di Indonesia dan negeri tetangga. Pada posting kali ini, saya mempublish bahasan perjalanan kesusastraan Indonesia pada pascaperang. Sistematika pembahasan dalam buku tersebut dituangkan dalam bentuk eksplorasi perbandingan perjalanan kesusatraan kedua Negara. Berikut adalah pembahasan Maman S Mahayana di halaman 81.

Kesusastraan Indonesia Pascaperang

Kesusastraan Indonesia pada awal pascaperang ditandai dengan berkurangnya wadah sastrawan Indonesia untuk menyalurkan kreasinya. Surat kabar dan majalah misalnya Djawa Baroe, Keboedajaan Timoer, Pandji Poestaka, Asia Raja, dan Soeara Asia yang pada zaman Jepang relative gencar memuat karya sastra, kini tak lagi terbit. Sungguhpun begitu, peranan media massa itu telah digantikan media massa lain yang terbit kemudian. Pandji Poestaka, misalnya, terbit lagi dengan nama baru Pantja Raja sejak 15 November 1945. Satu hal yang menonjol dalam kehidupan kesusastraan periode ini adalah tiadanya badan sensor yang mengawasi penerbitan karya sastra. Boleh jadi lantaran itu pula, dalam soal bahasa, misalnya, novel-novel Balai Pustaka terbitan sebelum dan sesudah perang menunjukan perbedaan yang jelas. Dalam hal ini, Sapardi Djoko Damono mengungkapkan.

Di zaman Jepang, penerbit pemerintah itu (Balai Pustaka, pen.) lebih menegaskan fungsinya sebagai lembaga propaganda.. Keadaan itu berubah ketika pada tahun 1949 penerbit tersebut memasarkan Atheis, Achdiat Karta Mihardja…

Sebelum perang, bahasa yang digunakan dalam novel-novel Balai Pustaka boleh diakatakan seragam. Itu membuktikan bahwa para anggota redaksi bersungguh-sungguh menggarap naskah yang akan terbit, sehingga benar-benar berciri Balai Pustaka. Namun, sesudah perang, redaksi memiliki pandangan berbeda; bahasa adalah ciri khas yang bisa membedakan pengarang satu dari yang lain, oleh karenanya campur tangan redaksi jangan sampai mengubahnya. Hasilnya adalah Atheis menampilkan bahasa Indonesia yang dipengaruhi bahasa Sunda dan novel-novel Pramoedya Ananta Toer mengandung beberapa kata dan ungkapan Jawa.

Tidak adanya badan sensor yang pada masa pemerintahan kolonial Belanda dan zaman pendudukan Jepang sangat berperan dalam menentukan isi karya sastra telah membuat para sastrawan kita seolah-seolah memperoleh saluran yang memugnkinkan mereka berkarya dan mempublikasikan karya-karyanya secara bebas. Chairil Anwar, misalnya, yang pada zaman Jepang hanya mempublikasikan sebuah puisi berjudul “Siap Sedia” kemudian tampil dengan karya-karya yang mengagumkan. Sedikitnya 52 buah puisi dan satu prosa telah dihasilkan Chairil Anwar pada 1945-1949 yang dimuat di majalah Pembangoenan (11 puisi dan satu prosa), Pantja Raja (24 puisi), Mimbar Indonesia (6 puisi), Siasat (4 puisi), sisanya dimuat dimajalah Daja, Karja, Waktu, Mutiara dan Pantjawarna. Semua majalah itu terbit pascaperang. Kratz mencatat bahwa dari 31 majalah yang terbit edisi 1945-1949, ada sedikitnya 2.487 buah karya sastra muncul pada masa itu, dengan perincian 1837 buah puisi, 628 prosa, dan 22 drama. Jumlah karya sastra tersebut, menurut catatan Kratz, pernah dimuat pada 31 majalah (di luar majalah Massa (1947) dan Boedaya (1948) yang luput dari pengamatan Kratz), baik yang terbit di Jakarta maupun kota lainnya di Indonesia. Selain majalah, surat kabar juga sangat berperan dalam ikut mempublikasikan karya sastra. Tercatat sedikitnya empat surat kabar yang di dalamnya menyediakan rubrik kesusastraan. Keempat surat kabar itu adalah Berdjoeang (1945), Bok Tok (1945), Gelora Rakjat (1946), dan Minggoe Merdeka (1947).

Dalam system sastra, keberadaan media massa itu telah iktu memainkan perananny dalam melakukan reproduksi dan distribusi karya sastra, dikarenakan lewat media massa itulah karya sastra direproduksi dan didistribusikan hingga sampai ke tangan pembacannya....

Untuk pembahasan tentang bahasan di atas, akan diposting berikutnya..Terima kasih

 



Tag: Sastra
Ads 300 x 250

Berlangganan: Masukkan e-mail Anda untuk mendapatkan kiriman artikel terbaru dari Rak Virtual langsung di pesan kotak masuk.

feedburner

0 Komentar untuk "Kesusastraan Indonesia Pascaperang"